SD Negeri 05 Madiun Lor adalah salah satu SD negeri yang berada di Jalan Jawa No. 20, Telepon (0351) 454585 yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun. SD Negeri 05 Madiun lebih dikenal masyarakat dengan nama “SD Negeri Endrakila”. Berdasarkan memori yang ada, SD Negeri di Jalan Jawa nomor 20 ini dahulu bernama SRLSGB I. Sejak 1 Pebruari 1966 berubah menjadi nama menjadi SDN Endrakila I dan Endrakila II. Dengan Peraturan Pemerintah bahwa nama SD harus sesuai dengan nama Desa / kelurahan, maka sejak tahun 1980 berubah nama menjadi SD negeri Madiun Lor 09 dan SD Negeri Madiun Lor 12. Dengan adanya regrouping menjadi SD Negeri 07 Madiun Lor dan SD Negeri 09 Madiun Lor dan akhirnya dengan adanya regrouping tanggal 11 Agustus 2006 menjadi kedua SD Negeri ini berubah menjadi SD Negeri 05 Madiun Lor.
(www.sekolah-online.net)

Album Foto

Sunday, February 15, 2009

Tradisi Membaca (I)

Membaca Bagi Manusia

Kalau mau jujur, dalam keadaan apapun kita, pasti ada tindakan yang baik, yang benar, atau yang bermanfaat, yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita. Salah satunya adalah perpustakaan di rumah. Perpustakaan di sini tak harus kita pahami seperti layaknya perpustakaan yang sudah kita ketahui.

Mungkin bisa kita sederhanakan menjadi semacam koleksi buku.Yang penting, dari sekian benda / perabot yang kita miliki, perlu ada benda yang namanya buku bacaan. Dari sekian space yang kita pakai di rumah, perlu ada space yang kita pakai untuk membaca. Dari sekian kegiatan di rumah, perlu ada kegiatan yang namanya membaca sebagai tradisi.

Kenapa ini menjadi penting? Kalau melihat perkembangan manusia dari sisi teori dan prakteknya, membaca punya peranan penting bagi manusia. Yang sangat bisa kita rasakan, membaca tidak saja akan menambah pengetahuan kita tentang dunia ini. Membaca juga akan menambah pengetahuan kita tentang diri kita.

Jika merujuk ke istilah dalam psikologi, membaca dapat memperbaiki konsep-diri bagi anak-anak dan orang dewasa. Baik langsung atau tidak, anak-anak yang otaknya sering kemasukan materi positif, misalnya cerita kepahlawanan atau apa saja, pasti materi itu akan ikut aktif membentuk kepribadian, karakter, dan opini si anak tentang dirinya.

Seperti yang sudah sering kita bahas di sini, konsep diri itu terkait dengan tingkat kepercayaan diri, motivasi diri, dan kebahagian diri. Anak yang kurang terinspirasi untuk mengetahui sisi-sisi positif dari dirinya, akan merasa minder atau punya mentalitas lemah, yang sedikit-dikit merasa tidak mampu atau tidak bisa. Konsep diri merupakan modal penting bagi anak-anak untuk meraih prestasi.

Selain itu, membaca juga sudah terbukti dapat memunculkan inspirasi atau refleksi yang merupakan modal penting juga untuk membuat hidup menjadi lebih baik. Detail materi yang dibaca anak kita atau yang kita baca, bisa jadi akan terlupakan. Tapi, pelajaran yang kita serap dari materi itu biasanya akan abadi.

Mungkin hal semacam itu yang bisa menjawab adanya fakta yang tidak berbanding lurus antara kematangan mental dan prestasi akademik. Kalau kita atau anak kita membaca hanya karena tuntutan ujian sekolah (bukan tradisi intelektual), mungkin otak kita tidak sempat berefleksi. Kita memaksa otak untuk menghafal jawaban yang akan ditanyakan.

Padahal, sekeras apapun kita menghafal materi akademik itu, dalam waktu tiga bulan saja sudah lebih dari 60% yang akan hilang (tertimbun). Dalam setahun, mungkin hanya 20-30% yang tersisa. Akhirnya, biar secara akademik kita bagus, tetapi kemajuan mental kita tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Itulah kenapa perpustakaan itu sangat tepat untuk membentuk tradisi berpikir.

Yang terpenting lagi, membaca dapat menambah jumlah koneksi dalam otak anak, seperti yang terungkap dalam berbagai temuan ilmiah. Membaca di sini sebagai stimuli positif. Semakin banyak jaringan yang terbentuk, otak anak akan menjadi semakin responsif dan kreatif.

Dari catatan para ilmuan, seperti dikutip Prof. Quraish Shihab (1994), kemajuan suatu bangsa itu juga diawali dari budaya membaca. Duapuluh tahun sebelum bangsa itu mencapai kemajuan, tradisi membaca sudah mereka mulai. Kalau kita ingin melihat efek nyata dari tradisi membaca yang kita tanamkan pada anak-anak, jangan sekarang. Mari kita lihat duapuluh tahun lagi.

Tempat Jin Berpacaran

Terbukti, dari sejumlah negara yang kini menyalip kemajuan kita, mereka telah memiliki tradisi membaca yang jauh lebih bagus dari kita sejak beberapa tahun lalu. Tahun 1995, yang berarti 14 tahun lalu, buku yang terbit di Indonesia baru mencapai 5000 judul. Sementara, Thailand 8.000 judul, Malaysia 12.000 judul, dan Korea selatan 43.000.

Padahal, negara-negara ini jumlah penduduknya jauh lebih sedikit dibanding kita. Dari 5000 judul yang terbit itu, yang terjual hanya 30.000 eksemplar pertahun. Bandingkan dengan jumlah kaset yang terjual. Tahun 1995 saja, kaset yang terjual di kita sudah mencapai 95 juta keping, sudah melebihi jumlah penduduk usia kerja.

Ada semacam guyonan dari orang Malaysia tentang Indonesia. Dulu, mereka sempat mengirim beberapa pelajar dan guru ke Indonesia untuk belajar. Sekarang-sekarang ini, mereka tidak lagi mengirim, tapi lebih sering mendatangkan tenaga senior dari kita untuk mengajar di sana. Kata guyonan itu, "Dulu, kami belajar dari Indonesia supaya bisa berhasil. Sekarang ini, kami juga masih belajar dari Indonesia supaya tidak terpuruk seperti kalian."

Sampai tahun 2008 kemarin, bicara minat baca kita masih banyak catatan. Jumlah penerbitnya mengalami kenaikan yang cukup tajam, tapi jumlah pembacanya hanya naik secara berlahan. Minat baca masyarakat pun sepertinya lebih karena dorongan tren atau ikut-ikutan ketimbang kesadaran pengembangan-diri yang dilakukan secara kontinyu.

Selain itu, tanda-tanda adanya geliat minat baca juga baru terjadi di beberapa kota besar, 60-80%-nya di Jabodetabek. Kalau kita kunjung ke daerah, toko buku yang besar itu adanya di propinsi. Itu pun tidak besar-besar amat. Nasib perpustakaan pun tidak lebih baik. Beberapa perpustakaan mirip seperti gedung tua yang jarang dikunjungi manusia, laksana tempat jin pacaran.

Itulah kenapa kalau melihat laporan Human Development Index (HDI), ranking kita masih berada di level menengah-bawah. Tahun 2007-2008, kita berada di posisi 107 dari 177 negara. Posisi ini masih kalah dengan tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Philipina. Bahkan di beberapa sektor, kita lebih rendah dari Vietnam, Jamaica, dan Algeria.

No comments:

Post a Comment

Amazon.com

Iklan by AdSense

Amazon.com